Putusan Sela dalam Peradilan Pidana Penegakan hukum pidana pada dasarnya adalah menerapkan norma hukum pidana (materil) menurut cara-ca...

Putusan Sela dalam Peradilan Pidana

Putusan Sela dalam Peradilan Pidana

Penegakan hukum pidana pada dasarnya adalah menerapkan norma hukum pidana (materil) menurut cara-cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan (formil) terhadap suatu kejadian nyata yang diperbuat subyek hukum yang memnuhi syarat sebagai suatu tindak pidana. Maka setidaknya ada 3 komponen dalam penegakan hukum pidana, yaitu:
1.    Ada peraturan yang mengatur (melarang) suatu perbuatan tertentu.
2.    Adanya peristiwa konkret perbuatan yang mengandung suatu larangan tersebut.
3.    Ada aturan yang menentukan cara menerapkan larangan tersebut.
Dari konstruksi demikian, terdapat dua pihak yang menerapkan atau menegakkan hukum pidana, yaitu negara dan pelaku sehingga dapat pula dilihat dua aspek dalm menerapkan aturan mengenai larangan tersebut: 1) aspek apa saja yang boleh dan harus dilakukan negara, dan 2) aspek apa saja yang boleh dan harus dilakukan oleh pelaku. Terhadap hal-hal yang boleh dan harus dilakukan oleh kedua belah pihak dalam menegakkan hukum pidana dilakukan di dalam persidangan/peradilan. Peradilan diselenggarakan untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil akhir dari proses peradilan adalah putusan pengadilan atau putusan hakim.
Putusan hakim menurut Sudikno Mertokusomo adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat  negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak.  Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana memberikan pegertian putusan sebagai putusan pengadilan yang merupakan perrnyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka, yang dapat berupa pemidaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Selain diucapkan dalam persidangan, putusan juga dibuat dalam bentuk tertulis, sejalan dengan SEMA No. 5 Tahun 1959 dan SEMA No. 1 Tahun 1962, konspe putusan harus sudah ada pada saat putusan diucapkan, untuk mencegah adanya perbedaan antara putusan yang diucapkan dan yang tertulis.
Dalam Hukum Acara Pidana dikenal dua jenis putusan:
1.    Jenis putusan yang bersifat formil, yang bukan merupakan putusan akhir.
2.    Jenis putusan yang bersifat materiil, yaitu yang merupakan putusan akhir (eind vonis).
Dalam pembahasan kali ini akan difokuskan pada jenis ptusan yang pertama, yang sering juga disebut sebagi putusan sela. Jenis putusan kedua akan dijelaskan dalam pembahasan yang lain, semoga Allah masih meberikan kesempatan pada penulis untuk menuliskannya.
Bahwa putusan sela (interim meascure) adalah merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum memeriksa pokok perkara baik perkara pidana maupun perkara perdata. Dalam hal ini penulis membatasi diri terhadap putusan sela dalam perkara pidana. Dalam Praktik pemeriksaan perkara pidana, putusan sela biasanya dijatuhkan karena adanya eksepsi dari terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Eksepsi penasihat hukum inilah yang memegang peranan penting dalam dijatuhkannya putusan sela oleh hakim.
Dalam sidang perdana, setelah hakim ketua membuka persidangan yang terbuka untuk umum, hakim ketua sidang akan menanyakan identititas terdakwa, dan mengingatkan untuk memperhatikan setiap hal dalam persidangan. Kemudian penuntut umum akan diminta membacakan dakwaan, setalah dakwaan didengar oleh hakim, kepada terdakwa dan penasihat hukumnya diberikan hak untuk emngajukan keberatan atau eksepsi.
Eksepsi adalah suatu keberatan terdakwa terhadap suatu dakwaan yang berisi tentang ketidaksesuaian format surat dakwaan sebagaimana disyaratkan, bukan tidak benarnya terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan. Disini letak perbedaan yang nyata antara eksepsi dengan pembelaan (pledoi), karena pledoi pada dasarnya adalah pembelaan diri yang isinya tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan dengan alasan-alasan hukumnya.
Terhadap eksepsi yang disampaikan terdakwa maupun penasihat hukumnya, hakim memberikan putusan selan yang dapat berupa:
1.    Putusan yang berisi pernyataan tentang tidak berwenangnya pengadilan untuk mengadili suatu perkara (onbevoegde verklaring). Sesuai dengan pasal 148 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum untuk selanjutnya dilimpahkan kepada pengadilan negeri di wilayah yang berhak untuk mengadilinya.
2.    Putusan yang menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum batal (nietig verklaring van de acte van verwijzing), misalnya dalam hal surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan mengenai surat dakwaan yang terdapat di dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana, maka sesuai dengan ketentuan dalam pasal 143 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana surat dakwaan tersebut batal demi hukum.
3.    Putusan yang berisi pernyataan bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima (niet ontvelijk verklaard), misalnya karena perkara yang diajukan oleh penuntut umum sudah daluarsa, nebis in idem, perkara memerlukan syarat aduan (klacht delict).
4.    Putusan yang berisi penundaan pemeriksaan perkara oleh karena ada perselisihan prejedusiel (perselisihan kewenangan), karena di dalam perkara yang bersangkutan diperlakukan untuk menunggu suatu putusan hakim perdata.
5.    Putusan yang menyatakan bahwa keberatan dari terdakwa atau penasihat hukumnya tidak dapat diterima atau hakim berpendapat bahwa hal tersebut baru diputus setelah selesai pemeriksaan perkara a quo, maka dakwaan penuntut umum dinyatakan sah dan persidangan dapat dilanjutkan untuk pemeriksaan materi pokok perkara, sesuai degan ketentuan dalam Pasal 156 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Eksepsi hanya di tujukan pada hal-hal yang berkaitan dengan prosedur yang tidak tepat/cermat (inproper) atau tidak sah (illegal). Putusan sela merupakan salah satu alat kontrol terhadap kinerja Jaksa / Penuntut Umum, yang mana dimaksudkan agar mereka tidak gegabah dalam membuat surat dakwaan, dalam mengajukan suatu tuntutan datau dalam melakukan suatu penyidikan.



0 comments: